Selasa, 14 Juli 2015

A Little Help

“Just because someone stumbles and loses their path, doesn't mean they're lost forever. Sometimes, we all need a little help.” – Charlesh Xavier

Quote ini kuambil dari film X-men days of future past yang baru aku tonton ulang semalam, entah kenapa biarpun konteksnya dan masalahnya beda, ini semacam peluru yang tepat sasaran mengenai kepala, Ohya sebelumnya aku gak bakal ragu untuk cerita apapun disini, udah saatnya aku berbagi cerita untuk siapa aja yang mau memahamin, dan aku jamin apa yang udah kutemukan disini akan ngebantu kalian yang punya masalah serupa.

Jadi belakangan ini..
Belakangan ini seperti biasa aku ditimpa sebuah masalah yang sudah aku alami berkali-kali, meskipun kali ini agak berbeda, tapi poinnya tetap sama, masalah hanyalah masalah, dan sama sekali gak perlu untuk dikategorikan.

Ini semua dimulai ketika aku lahir…. hm
Oke kayaknya kejauhan kalau aku mulai dari situ, aku akan mulai ketika aku memutuskan untuk jatuh cinta, dibuku seorang filsuf yang baru-baru ini kubaca dia mengataka kurang lebih begini “Cinta adalah peristiwa terakbar didalam hidup manusia".

Cinta, definisinya banyak tapi banyak juga yang gak paham maknanya dan cara kerjanya, termasuk aku. Belakangan ini aku punya waktu luang yang banyak sekali khususnya buat mikirin banyak hal, ditambah aku harus masuk rumah sakit dan rawat inap beberapa hari karena penyakit bawaan yang benar-benar random kemunculannya. Jadi begini sebelum aku masuk rumah sakit, aku benar-benar dalam keadaan menyedihkan saat itu, aku yang harusnya pulang kerumah tapi malah harus diusir oleh mamahku. Kebayangkan kehidupanku gimana, jadi mau gak mau aku mahasiswa perantauan yang memutuskan untuk pulang kerumah, malah gak pulang kerumah, dan akhirnya aku tinggal di rumah almarhum bapaku yang selama ini gak ada yang nempatin, 

Bayangkan keseharian menjemukan yang kita hanya bisa melakukan hal itu-itu saja, itulah yang aku alamin, dan tada aku masuk rumah sakit. Oke kembali ke garis awal, aku barusan baca buku The 7 habits of highly effective people, ada permasalahan begini : ‘Pada sebuah seminar dimana saya berbicara tentang konsep proaktivitas, seorang pria mendatangi saya dan berkata” Stephen, saya suka apa yang anda katakan, tetapi setiap situasi sangatlah berbeda. Lihat perkawinan saya. Saya sungguh-sungguh khawatir. Saya dan istri saya kini tidak memiliki perasaan yang sama seperti yang dulu kami rasakan satu sama lain. Saya rasa saya tidak lagi mencintainya dan ia tidak lagi mencintai saya. Apa yang dapat saya lakukan?

“Rasa cinta itu tidak ada lagi?” Tanya saya.

“Benar” ia menegaskan. “Dan kami mempunyai tiga anak yang sungguh kami khawatirkan. Apa saran anda?”

“Cintai dia.”

“Anda tidak mengerti rasa cinta itu sudah tidak ada lagi”
“Kalau begitu cintai dia. Jika perasaan itu tidak ada lagi, hal itu menjadi alasan yang baik sekali untuk mencintainya.”

“Tapi bagimana anda bisa mencintai jika anda tidak mencintainya lagi”

“Sahabatku , cinta adalah kata kerja. Cinta – perasaanya  –  merupakan buah dari cinta, kata kerjanya. Jadi, cintai dia. Layani dia. Berkorban. Dengarkan dia. Berempati. Hargai. Teguhkanlah dia. Apakah anda bersedia berbuat begitu?”

Dalam literatur besar tentang masyarakat yang progresif, cinta adalah kata kerja. Tapi orang reaktif menjadikannya perasaan. Film-film yang bertemakan cinta yang kita tonton secara umum membuat kita percaya bahwa kita tidak bertanggung jawab, bahwa kita adalah produk dari perasaan kita. Namun naskah film tadi tidak menjabarkan realitas jika perasaan kita mengendalikan perbuatan kita, hal itu karna kita melepaskan tanggung jawab kita dan memberi kekuasaan kepada perasaan untuk mengambil alih.

  Orang yang proaktif  membuat cinta sebagai kata kerja. Cinta adalah sesuatu yang anda lakukan: pengorbanan yang anda buat, pemberian  diri anda, seperti seorang ibu yang melahirkan anaknya kedunia. Jika anda ingin mempelajari cinta pelajari orang yang mengorbankan dirinya untuk orang lain, bahkan untuk orang yang memusuhinya atau tidak membalas cintanya. Cinta adalah nilai yang diwujudkan melalui perbuatan penuh kasih. Orang proaktif menomorduakan perasaan sesudah nilai. Cinta, perasannya dapat diperoleh kembali.

See..? Sometimes, we all need a little help. Bahkan pertolongan kecil tadi bisa datang dari sebuah buku, tidak perlu mengharapkan sesuatu yang besar terjadi, hal-hal kecil disekitar terkadang merupakan sebuah jawaban.
Dan dunia yang kupandang sekarang gak sama lagi, dulu rasanya semua penglihatanku ini abu-abu dan miskin warna, tapi sekarang aku udah bisa liat warna yang terang, dan iya dunia yang kupandang udah gak sama lagi kaya dulu. Aku memutuskan untuk mencintai setiap orang dihidupku, berkorban untuk mereka, dan memberikan mereka yang terbaik.

“It's not their pain you're afraid of. It's yours. And as frightening as it can be, that pain will make you stronger. If you allow yourself to feel it, embrace it, .it will make you more powerful than you ever imagined. It's the greatest gift we have: to bear their pain without breaking. And it comes from the most human part of us: hope. And  we need you to hope again.” – Charlesh Xavier

Masalahlah yang ngebentuk seseorang jadi hebat. Dulu aku orang yang gak bisa bersosialisasi dan gak bisa basa-basi sama sekali, perlahan-lahan masalah mengharuskan aku untuk bisa ngelakukan hal itu, dulu aku gak berani maju didepan kelas untuk berbicara, sekarang berbicara didepan udah kaya berasa bicara di panggung sendiri, dan banyak hal gak terhitung lainnya yang bisa aku lakukan sekarang, aku berhasil ngeluarkan potensi yang dulu aku sembunyikan dan gak berani untuk aku keluarkan.

Saat sampai dirumah, aku masuk kekamarku dan disitu ada lemari cermin, dan mataku terbelalak melihat seluruh badanku disitu, sumpah sudah lama sekali aku gak bercermin yang benar-benar bercermin, badanku gak sekecil yang dulu lagi, aku bukan lagi anak 5 tahun yang memutuskan untuk bunuh diri, aku bukan lagi anak kecil yang gak berdaya, aku bukan lagi anak kecil yang dulu selalu mengutuk keberadaanku di dunia ini. Inilah aku dan aku berhasil ngelewatin ini semua, aku masih berdiri di sini karena aku sanggup.

Seperti kata celty struluson . “Dunia gak sekejam yang kamu pikirkan”

Minggu, 29 Juni 2014

Berselancar Diatas Perasaan

Perasaan kamu adalah milik kamu, bukannya kamu adalah milik perasaan kamu.. so belajarlah mengendalikan, bukan Anda yang dikendalikan.

Ingatlah, kamu BUKAN perasaan kamu. Belajarlah memisahkan dan mengelolanya, supaya kamu menjadi lebih cerdas, bijak dalam bersikap.


Latihan yang paling sederhana untuk mengelola perasaan adalah dengan disasosiasi. Sebagai contoh adalah ketika kamu mengucapkan kalimat “Saya takut!” , akan menjadi lebih baik jika kamu berkata “Saya sedang merasa takut!” , karena kalimat “Saya takut!” membuat asosiasi SAYA = TAKUT yang mengimplikasikan diri kamu sebagai takut , kamu menjadi terikat & dikendalikannya.


Asosiasi seperti itu membuat kamu menjadi semakin intens atau tenggelam dalam perasaan kamu, bahkan akan memicu perasaan-perasaan buruk lainnya. Maka dari itu, perlu diasosiasi atau istilah lain pemutusan-asosiasi , ciptakan kesadaran pemisah antara diri kamu dan perasaan kamu. Kalimat “Saya sedang merasa takut!” , itu menciptain batasan kesadaran antara SIAPA yang melakukan dan APA yang dilakukan.

“Saya sedang merasa takut!” membuat kamu SADAR bahwa diri kamu (‘Saya’) dan perasaan (‘takut’) itu adalah dua hal yang berbeda. “Saya sedang merasa takut!” juga membuat kamu sadar bahwa KAMU-lah si EMPUNYA perasaan, bahkan KAMU-lah si PELAKU perasaan itu. “Saya sedang merasa takut!” membuat kamu SADAR bahwa KAMU subyek yang memilih merasakan perasaan itu, kamu bukan obyek atau korban perasaan.

Pemisahan kesadaran antara SIAPA kamu dan APA perasaan kamu penting sekali karena membangun sense of power and ownership. Jika kamu SADAR kamu adalah pelaku kehidupan dan perasaan kamu adalah salah satu menu santapan kehidupan, kamu dapat mengelola ‘diet’ perasaan. Jika kamu SADAR bahw kamu dan perasaan kamu adalah dua hal yg berbeda , kamu menjadi lebih berkuasa untuk memilih dan mengelolanya.

Diasosiasi antara diri dan emosi seperti itu perlu menjadi kebiasaan setiap kali merasakan perasaan yg intens, positif ataupun negatif. “Saya bahagia!” , adalah kalimat yang sangat bagus , tapi perlu diimbangi dengan kalimat “Saya sedang merasa bahagia!” juga supaya tetap sadar bahwa KAMU-lah yg memilih untik bahagia. Janganlah membeda-bedakan antara perasaan negatif atau buruk dan perasaan positif atau baik. Keduanya adalah perasaan, so perlakukan serupa.

Kalau kamu sudah menjadikan disasosiasi itu sebagai habit, kamu akan otomatis lebih mudah mengelola perasaan-perasaan yg melemahkan. Jika perlu, untuk melatih disasosiasi adalah mempertebal kesadaran itu dengan menyebut NAMA, JAM, TEMPAT, dan KONDISI KEADAAN SEKITAR kamu. contoh: “Saya ada lah Adam . Saya sedang merasa bingung sambil duduk di meja komputer saya . Sekarang sambil membaca buku yang diberikan pacar saya ,saya meninjau ulang tentang pandangan subjektif saya terhadap dia, apakah pandangan saya yang subjektif tadi membawa dampak bagus atau dampak buruk, saya sedang merasa bahwa hubungan kami tidak ada harapan, dan bila diteruskan sama saja menyimpan buah yang sudah lama busuk untuk dibuang dilain hari, sambil memikirkan itu saya tetap duduk dan kemudian menulis tulisan yang saya tulis sekarang dst..

Sebutkan segala sesuatu yang diterima oleh kelima panca indera kamu, dan selalu awali kalimat dengan kata ‘saya’. Kalimat-kalimat itu diucapkan bersuara untuk didengar telinga sendiri. Mengucapkan nama, jam, tempat, kondisi dsb adalahgrounding exercise supaya kamu MAKIN SADAR akan realita SEKARANG. Kalau kamu sedang terasosiasi perasaan, kamu tidak sadar akan waktu karena dunia internal/pikiran tak kenal waktu, semua ‘nyambung kusut’.

Maka dari itu , jika sedang takut/sedih/marah/dsb, pikiran kamu menjadi maju-mundur liar dalam waktu, menyambungkan hal itu dengan segala sesuatu. Grounding exercise sangat bagus dilakukan untuk semakin men-disasosiasi-kan kamu dari perasaan-perasaan yang terlalu mengganggu. Disasosiasi+Grounding bantu kamu untuk HIDUP di saat ini, sekarang, kini.. bukannya hidup (dan terhanyut) dalam perasaan-perasaan.

Jangan salah tanggap, disasosiasi itu bukan berarti kamu menolak perasaan..justru mengijinkannya dan menerimanya hadir secara wajar. Biarkan saja perasaan atau pikiran (negatif) itu mampir, hadir, dan berlalu begitu saja, karena mereka bagian dari kamu tapi BUKAN kamu. Kalau kamu sudah disasosiasikan diri, perasaan-perasaan itu bisa datang, melakukan tugasnya, dan pergi dengan lebih mengalir.

Kalau kamu sok ber-positive-thinking, kamu sedang MEMBUNUH pikiran lainnya (yang negatif) , makanya dia akan MENGHANTUI lagi. Stop menghakimi/menilai perasaan kamu sendiri. Lakukan disasosiasi+grounding , lalu biarkan perasaan-perasaan itu mengalir. Disasosiasi+grounding ini tidak hanya berguna mengelola perasaan mengganggu saja , tapi bisa untuk rasa sakit fisik juga.

Kalau kamu merasakan luka/sakit di badan, lakukan disasosiasi+grounding , rasakann efeknya yang menenangkan dan meredakan. Jadi, disasosiasi+grounding ini berguna sekali sebagai salah satu prosedur P3K dan perawatan urgent-sementara lainnya. Tapi ingat kalau ada luka/sakit fisik, setelah disasosiasi+grounding kamu tetap harus mencari pengobatan yang sesungguhnya.

Kamis, 22 Mei 2014

Kehidupan


Kehidupan, kau tak bisa mengendalikanku!

Saat kau berusaha menyakitiku, aku tertawa, dan tawa tak mengenal rasa sakit

Aku menyesuaikan kesenanganmu kalau mendapatnya, kesedihanmu tidak mematahkan semangatku, karna ada tawa dalam jiwaku

Air matamu bukanlah untuk ku. Aku sungguh lebih menyukai tawa. Aku menggunakannya sebagai pengganti rasa sakit dan kekecewaan

Kehidupan! Kau penipu yang plin plan! Kau memasukan emosi cinta dalam hati supaya dapat menggunakannya sebagai duri untuk melubangi jiwaku. Tetapi aku belajar menghindari jebakanmu dengan tawa

Kau berusaha mengiming-imingiku dengan hasrat emas. Tapi aku mengalahkanmu dengan memilih jalan yang mengarah ke pengetahuan tidak terbatas

Kau merayuku untuk membangun sebuah persahabatan indah, lalu mengubah temanku menjadi musuh. Sehingga kau buat hatiku mengeras, tapi aku menghindari kelicikanmu dengan menertawakan upayamu dan memilih teman baru dengan caraku sendiri

Kau mengancamku dengan kematian, tapi bagiku kematian tak lebih dari tidur panjang yang damai dan tidur adalah pengalaman termanis yang dialami manusia – setelah tertawa

Kau membangun api harapan di dadaku lalu memercikan air kobarannya, tapi aku mengunggulimu dengan menyalakan kembali api itu dengan caraku sendiri – dan sekali lagi menertawakanmu

Kau melahirkanku ke dunia di dalam kesedihan. Orang tua yang berpisah, lingkungan yang kejam, tapi itu terbukti merupakan berkah terselubung karena keadaan ini mengajarkanku ada sebuah kekuatan untuk memilih tindakan tanpa terpengaruh keadaan dan situasi bebas dari obat-obatan terlarang, minuman beralkohol, dan keteguhan hati dan ratusan perilaku berguna lainnya yang tak akan pernah diketahui oleh orang yang tidak pernah merasakan apa itu derita


Kehidupan. Kau menjalar sejauh yang kupedulikan. Karna kau tidak punya apa-apa untuk menjauhkanku dari tawa dan kau tak berdaya tanpa apa pun untuk menakutiku, karena aku menyadari ketenangan jiwa, kebahagiaan, dan anugrah adalah sebuah pilhan.

Selasa, 22 April 2014

Teori Doang Sih Gampang



"Ah itu Teori Doang"




"Alah kalau teori doang sih gampang" begitu pendapat ibuku saat break seminar motivasi yang sedang kami ikuti 2 tahun lalu.




Kupikir-pikir, ternyata ibuku mencium bahwa ada masalah bagaimana supaya respon kita selalu dalam keadaan yang sesuai dengan harapan rasional dan objektivitas yang diajarkan oleh seminar tadi dan bagaimana sih supaya teori itu tidak sekedar menjadi teori?




Aku ambil contoh saat kita belajar mengetik di komputer. Kita baru saja belajar dan belum begitu terbiasa dengan letak tombol-tombolnya, maka wajar kalau kita mesti memperhatikan setiap gerakan saat kita mengetik. Begitu praktik dan kebiasaan didepan keyboard tadi sudah sering dilakukan dan rajin dilatih, kita sudah mulai terbiasa dan akhirnya mulai familiar untuk mengetik dengan benar mesikpun tidak melihat keyboard. Dengan kata lain, kegiatan diatas tadi, bila sudah direkam dan dibiarkan berkembang dalam alam bawah sadar kita, maka improvisasi bisa timbul dengan sendirinya

Hal yang sama dapat diteruskan dalam bidang apa saja yang menuntut kita melakukannya dalam alam kebiasaan, apakah itu menyetir mobil, bicara dimuka umum, atraksi berbahaya, bangun kesiangan, rasa malas, berbohong, pemalu, itu semua bisa kita lakukan karna kita dalam waktu lama melatih diri kita agar menjadi seperti itu.




Untuk memiliki dan mempertahankan cara seperti ini, kita harus memberi pikiran kita secara teratur dengan input yang bersih dan positif.

Dan begitu makanan mental rutin ini menjadi kebiasaan, maka kita akan memiliki dasar baru yang akan berespon positif, apapun situasi yang dihadapi, jadi bukan sekedar teori doang tapi sesuatu yang sudah jadi bagian dari alam bawah sadar kita saat melakukan sesuatu :)