“Just
because someone stumbles and loses their path, doesn't mean they're lost
forever. Sometimes, we all need a little help.” – Charlesh Xavier
Quote
ini kuambil dari film X-men days of future past yang baru aku tonton ulang semalam,
entah kenapa biarpun konteksnya dan masalahnya beda, ini semacam peluru yang
tepat sasaran mengenai kepala, Ohya sebelumnya aku gak bakal ragu
untuk cerita apapun disini, udah saatnya aku berbagi cerita untuk siapa aja
yang mau memahamin, dan aku jamin apa yang udah kutemukan disini akan ngebantu
kalian yang punya masalah serupa.
Jadi
belakangan ini..
Belakangan
ini seperti biasa aku ditimpa sebuah masalah yang sudah aku alami berkali-kali,
meskipun kali ini agak berbeda, tapi poinnya tetap sama, masalah hanyalah
masalah, dan sama sekali gak perlu untuk dikategorikan.
Ini
semua dimulai ketika aku lahir…. hm
Oke
kayaknya kejauhan kalau aku mulai dari situ, aku akan mulai ketika aku memutuskan
untuk jatuh cinta, dibuku seorang filsuf yang baru-baru ini kubaca dia
mengataka kurang lebih begini “Cinta adalah peristiwa terakbar didalam hidup
manusia".
Cinta,
definisinya banyak tapi banyak juga yang gak paham maknanya dan cara kerjanya,
termasuk aku. Belakangan ini aku punya waktu luang yang banyak sekali khususnya
buat mikirin banyak hal, ditambah aku harus masuk rumah sakit dan rawat inap
beberapa hari karena penyakit bawaan yang benar-benar random kemunculannya.
Jadi begini sebelum aku masuk rumah sakit, aku benar-benar dalam keadaan menyedihkan saat itu, aku yang
harusnya pulang kerumah tapi malah harus diusir oleh mamahku. Kebayangkan kehidupanku
gimana, jadi mau gak mau aku mahasiswa perantauan yang memutuskan untuk pulang
kerumah, malah gak pulang kerumah, dan akhirnya aku tinggal di rumah almarhum
bapaku yang selama ini gak ada yang nempatin,
Bayangkan keseharian menjemukan
yang kita hanya bisa melakukan hal itu-itu saja, itulah yang aku alamin, dan tada aku masuk rumah sakit. Oke
kembali ke garis awal, aku barusan baca buku The 7 habits of highly effective
people, ada permasalahan begini : ‘Pada sebuah seminar dimana saya berbicara
tentang konsep proaktivitas, seorang pria mendatangi saya dan berkata” Stephen,
saya suka apa yang anda katakan, tetapi setiap situasi sangatlah berbeda. Lihat
perkawinan saya. Saya sungguh-sungguh khawatir. Saya dan istri saya kini tidak
memiliki perasaan yang sama seperti yang dulu kami rasakan satu sama lain. Saya
rasa saya tidak lagi mencintainya dan ia tidak lagi mencintai saya. Apa yang
dapat saya lakukan?
“Rasa cinta
itu tidak ada lagi?” Tanya saya.
“Benar” ia
menegaskan. “Dan kami mempunyai tiga anak yang sungguh kami khawatirkan. Apa
saran anda?”
“Cintai
dia.”
“Anda tidak
mengerti rasa cinta itu sudah tidak ada lagi”
“Kalau
begitu cintai dia. Jika perasaan itu tidak ada lagi, hal itu menjadi alasan
yang baik sekali untuk mencintainya.”
“Tapi
bagimana anda bisa mencintai jika anda tidak mencintainya lagi”
“Sahabatku
, cinta adalah kata kerja. Cinta – perasaanya – merupakan buah dari cinta, kata kerjanya. Jadi,
cintai dia. Layani dia. Berkorban. Dengarkan dia. Berempati. Hargai. Teguhkanlah
dia. Apakah anda bersedia berbuat begitu?”
Dalam literatur besar tentang masyarakat yang progresif, cinta adalah kata kerja. Tapi orang reaktif menjadikannya perasaan. Film-film yang bertemakan cinta yang kita tonton secara umum membuat kita percaya bahwa kita tidak bertanggung jawab, bahwa kita adalah produk dari perasaan kita. Namun naskah film tadi tidak menjabarkan realitas jika perasaan kita mengendalikan perbuatan kita, hal itu karna kita melepaskan tanggung jawab kita dan memberi kekuasaan kepada perasaan untuk mengambil alih.
Orang yang
proaktif membuat cinta sebagai kata
kerja. Cinta adalah sesuatu yang anda lakukan: pengorbanan yang anda buat,
pemberian diri anda, seperti seorang ibu
yang melahirkan anaknya kedunia. Jika anda ingin mempelajari cinta pelajari orang
yang mengorbankan dirinya untuk orang lain, bahkan untuk orang yang memusuhinya
atau tidak membalas cintanya. Cinta adalah nilai yang diwujudkan melalui
perbuatan penuh kasih. Orang proaktif menomorduakan perasaan sesudah nilai.
Cinta, perasannya dapat diperoleh kembali.
See..? Sometimes, we all need a little help. Bahkan pertolongan kecil tadi bisa
datang dari sebuah buku, tidak perlu mengharapkan sesuatu yang besar terjadi,
hal-hal kecil disekitar terkadang merupakan sebuah jawaban.
Dan
dunia yang kupandang sekarang gak sama lagi, dulu rasanya semua penglihatanku
ini abu-abu dan miskin warna, tapi sekarang aku udah bisa liat warna yang
terang, dan iya dunia yang kupandang udah gak sama lagi kaya dulu. Aku
memutuskan untuk mencintai setiap orang dihidupku, berkorban untuk mereka, dan memberikan
mereka yang terbaik.
“It's
not their pain you're afraid of. It's yours. And as frightening as it can be,
that pain will make you stronger. If you allow yourself to feel it, embrace it,
.it will make you more powerful than you ever imagined. It's the greatest gift
we have: to bear their pain without breaking. And it comes from the most human
part of us: hope. And we need you to
hope again.” – Charlesh Xavier
Masalahlah
yang ngebentuk seseorang jadi hebat. Dulu aku orang yang gak bisa
bersosialisasi dan gak bisa basa-basi sama sekali, perlahan-lahan masalah
mengharuskan aku untuk bisa ngelakukan hal itu, dulu aku gak berani maju
didepan kelas untuk berbicara, sekarang berbicara didepan udah kaya berasa
bicara di panggung sendiri, dan banyak hal gak terhitung lainnya yang bisa aku lakukan sekarang, aku berhasil ngeluarkan potensi yang dulu aku
sembunyikan dan gak berani untuk aku keluarkan.
Saat
sampai dirumah, aku masuk
kekamarku dan disitu ada lemari cermin, dan mataku terbelalak melihat seluruh
badanku disitu, sumpah sudah lama sekali aku gak bercermin yang benar-benar
bercermin, badanku gak sekecil yang dulu lagi, aku bukan lagi anak 5 tahun yang
memutuskan untuk bunuh diri, aku bukan lagi anak kecil yang gak berdaya, aku
bukan lagi anak kecil yang dulu selalu mengutuk keberadaanku di dunia ini.
Inilah aku dan aku berhasil ngelewatin ini semua, aku masih berdiri di sini
karena aku sanggup.
Seperti
kata celty struluson . “Dunia gak sekejam yang kamu pikirkan”